Si Sulung Tersaingi Dengan Kedatangan Adik Baru, Begini Cara Mengatasinya


Punya momongan baru memang menyenangkan ya, Bunda. Begitu juga yang saya alami. Sejak usia anak pertama 4 tahun saya dan suami memang sudah merencanakan nambah momongan dengan lebih serius. Lebih serius maksudnya lepas KB IUD yang selama ini saya pasang dan siap jika saya kembali hamil. Sebelumnya rencana untuk kembali nambah momongan ini tercetus karena memikirkan si sulung yang sendirian jika dewasa kelak. Akhirnya dengan pertimbangan sana-sini diambillah keputusan mulai merencanakan punya bayi lagi.

Bulan Februari 2016 kemarin alhamdulillah saya kembali hamil anak kedua dan bersyukurnya saya karena kondisi kehamilan sehat sampai waktu bersalin tiba. Si sulung juga kelihatannya tidak sabar ingin melihat calon adiknya. Buktinya dia selalu bertanya "Kapan adik lahir, Bu?" dan selalu antusias jika melihat adiknya ada di layar monitor ketika saya melakukan USG. Setelah sembilan bulan lewat 5 hari, Alhamdulillah akhirnya adik bayi lahir selamat dengan berat 2,9 kg dan tinggi 4,9 cm.

Si sulung mulai merasa tersaingi

Dua hari dirumah sakit si sulung awalnya happy-happy saja. Bagaimana tidak, di kamar ada tv lengkap dengan chanel cartoon kesukaannya. Jadi orang yang paling betah berada di RS itu ya si sulung. Setelah pulang dari Rumah Sakit barulah drama dimulai si sulung merasa ibunya selalu memperhatikan adiknya. Jika adik rewel sedikit saja, saya langsung menggendongnya. Menimang dan menyusuinya. Ternyata kegiatan ini diperhatikan oleh si sulung. Wah, mulai deh dia bikin ulah supaya saya juga memperhatikannya.

Mulai dari berteriak-teriak, loncat sana sini sampai berantakin mainannya. Duh, sungguh malah jadi stress. Awalnya saya emosi menghadapi semua itu, namun jika malam tiba dan saya perhatikan wajah polosnya. Saya mengerti bahwa semua lelakunya itu hanya karena dia juga ingin diperhatikan. 

Lalu apa yang harus dilakukan?

Mulanya saya berusaha mengembalikan sebanyak-banyaknya kegiatan yang selalu kami lakukan bersama. 

Misalnya dengan makan bersama, minum teh bersama sambil bercerita. Si adik saya titipkan dulu ke kakak pengasuh atau ayahnya. Kegiatan ini hanya kami lakukan di rumah saja, mengingat saya belum bisa banyak bergerak.

Membacakan buku-buku kesukaannya sebelum tidur.

Ini adalah kegiatan yang wajib kami lakukan sebelum tidur. Ketika ada adik baru, otomatis kegiatan membaca buku terhenti. Saya lebih berkonsentrasi menidurkan si kecil ketimbang abanya. Menurut saya kala itu, wajar saya melakukan itu, toh abangnya sudah besar. Namun pemikiran si sulung tidak seperti itu. Dia merasa kehilangan moment ketika waktu tidur tiba. Saya kembali memperbaiki bonding kami berdua dengan kembali mencari buku-buku yang disukainya untuk dibaca ulang. Kebanyakan buku tersebut saya simpan rapi di dalam kotaknya, hanya buku yang sedang dibaca saja yang dikeluarkan. Tapi saya berfikir alangkah baik jika kembali membacakan buku-buku lamanya untuk mengingat isi cerita dan kenangan yang pernah terjadi ketika dulu. 

Jika saya keteteran, ayahnya akan mengambil alih membacakan buku untuk si sulung, tentunya dengan gaya bahasa ayah. Ayah membaca lebih lambat dari saya dan si sulung nyeletuk "suara ayah bagus, besok Azam minta ayah bacain buku lagi ah"
ciee..ciee... ayah sengah sengeh deh. Dan yang lebih penting si sulung merasa kegiatannya sebelum tidur kembali. Jadi dia akan tertidur dengan senyum di wajahnya.

Membawanya keluar rumah

Dulu sebelum punya adik bayi, saya memang sering pergi berdua saja dengan abangnya. Entah itu ke warung, minimarket, taman kota dan lain-lain. Namun sejak kehadiran adik baru tentu si abang terabaikan. Soalnya saya jadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah mengasuh bayi. Kegiatan sehari-hari si sulung otomatis monoton seperti saya. Balik sekolah, di rumah. Malam tidur. Sudah begitu terus. Lama-lama dia bosan dan mulai berulah. 

Tidak kehilangan akal, setelah saya benar-benar sehat dan boleh beraktifitas di luar rumah, saya mulai membawa si sulung ikut serta. Kami sering naik motor berdua keliling-keliling komplek rumah. Singgah di warug beli keperluan dan jajan si abang tentunya. Kadangkala saya menyediakan sedikit waktu setidaknya satu jam untuk kami duduk-duduk di taman kota. Kegiatan ini sederhana tapi mampu melekatkan kembali bonding antara kami berdua.

Ajaib ternyata cara-cara ini berhasil. Kini si sulung bisa menerima kehadiran adik baru tanpa harus merasa tersaingi. Yang lebih bersyukur adalah saya tentunya. Karena bisa lebih tenang menghadapi keriuhan yang kadang terjadi. Yah, namanya punya dua anak kecil wajar kalau riuhnya rasa sekampung.



Back To Top