Let’s Read. Menghidupkan Dongeng Melalui Cerita Bergambar

Dwina.net - Menimbulkan minat baca kepada anak menurut saya harus dimulai dari diri saya sendiri sebagai ibu. Sebab menurut salah satu quote di sosial media (Waktu itu ngga sengaja bacanya) katanya anak itu peniru yang ulung. Dia seperti spons yang menyerap apa saja. Orang yang pertama ia tiru adalah yang paling dekat dan yang selalu menghabiskan waktu bersamanya. Dalam hal ini tentulah, saya yang paling dekat dengan anak. Dan sebagai ibu, tentu saya ingin anak meniru kebiasaan saya yang suka membaca buku.


Saya memang bukan kutu buku yang setiap hari melahap berbagai macam genre buku. Namun saya selalu menyempatkan diri untuk membaca satu atau dua buku dalam satu bulan. Kalau sebelum jadi ibu malah bisa lebih banyak lagi. So, saya ingin anak juga demikian. Mengisi otaknya dengan bahan bacaan yang sehat, sumber yang jelas dan tentunya dilakukan dengan gembira. Sebab kalau karena terpaksa, tentu tidak akan sampai  kemana.

Ini tantangan buat saya. Untuk bisa mendekatkan anak-anak bersama buku. Untunglah, saya tinggal di kota yang akses kearah buku-buku sangat dekat. Jika ada sedikit uang lebih saya akan membelikan buku untuk anak. Jika keuangan tidak memungkinkan, kami memilih meminjam buku dari perpustakaan. Ada banyak buku yang bisa dipilih oleh anak saya.

Karena masih anak-anak, tentu ia menyukai visual. Artinya, buku bergambarlah yang menjadi incarannya. Buku cerita bergambar memang lebih diminati oleh rata-rata anak-anak. Eh, tidak juga, ya. Bahkan orang dewasa pun masih menyukai buku cerita bergambar seperti komik misalnya. Begitupun anak saya. Komik-komik islami seperti “Azan terakhir Bilal Bin Rabah”, “99 Pesan Nabi”, “Sang Perisai Rasulullah” dan setumpuk komik Naruto dia punya. Semuanya dalam bentuk cerita bergambar.


Anak saya juga bukan ujug-ujung menyukai buku. Tidak, saya ingat lagi, waktu ia berusia 1 tahun saya mulai mengenalkan buku. Ketika itu buku-buku dengan berbagai gambar seperti buah, bunga, hewan dan alat transportasi yang kerap saya suguhkan. Gambarnya variatif dan menarik sebab penuh warna.
Masuk pada tahun ke 3, dimana kesukaannya pada buku agak meningkat saya nekat membelikan buku 24 kisah anak teladan. Sampai bela-belain ikut arisan dengan salah seorang sabahat blogger. Sebab harga untuk 24 buku tersebut sebesar 2 juta lebih. So, arisan adalah yang saya tempuh.

Buku ini menjadi titik loncatan anak saya untuk lebih tertarik mengenal buku cerita bergambar lainnya. Seperti yang saya bilang di awal, dia lebih menyukai buku yang banyak gambarnya. Well, saya fikir ngga masalah. Sebab apapun jenis bukunya, jika membawa manfaat. Kenapa tidak?

Di era digital ini, buku cetak mulai bergeser ke buku eletronik. Intensitas masyarakat yang lebih melekat pada gawai dari pada buku fisik menjadikan produsen buku berusaha mengalihkan bahan bacaan ke arah digital. Tak Cuma produsen buku. Perpustakaan nasional dan daerah juga melakukan hal yang sama.


Salah satu yang berusaha untuk membantu anak-anak dalam membaca ialah aplikasi membaca cerita bergambar Let’s Read. Jika kalian suka boleh banget tu unduh aplikasinya di https://bit.ly/downloadLR3. Ada banyak jenis cerita bergambar yang bisa kalian untuk bahan bacaan anak-anak.

Yang unik dari aplikasi ialah cerita yang ditampilkan tidak hanya dalam bahasa Indonesia saja loh, tapi ada banyak bahasa lain, seperti English, Arab, India, Filipine dan ada bahasa Batak juga. Well, aku sendiri baru tahu nih kalau ada aplikasi bacaan anak yang ditulis dalam berbagai bahasa ini. Tapi waktu pertama kali lihat, kesan pertamaku, wah, lucu ya. Sambil lihat gambar kita sekalian bisa belajar bahasa asing lainnya.

Mungkin bacaan ini nantinya tidak hanya untuk anakku tapi juga untuk aku sendiri, sebab dengan adanya kemudahan membaca apalagi cerita bergambar seperti ini kenapa ngga kita tingkatkan lagi minat baca kita. So, let’s Read.


Back To Top