Jualan Madu Hutan Sialang, Langkah Kecil Pelestarian Hutan

dokumen pribadi

Potensi komoditas lokal untuk produk kecantikan, perawatan diri, dan kesehatan.

Akhirnya, saya menulis tentang dagangan di blog pribadi ini. Yang sebelumnya hanya kisi-kisi dalam kepala mengenai bagaimana awal mulanya, apa tujuannya sampai kepada manfaatnya. Well, menurut saya menulis bukan sekedar menulis terus dapat fee, tapi menulis adalah mengeluarkan isi pikiran yang memiliki manfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Nah, saya rasa ini waktu yang tepat untuk saya mengulas serba sedikit sesuai dengan pengetahuan saya seputar madu. Ya, saya jualan madu, Kawan. Madu yang saya jual ini sebelumnya selalu saya gunakan untuk kebutuhan pribadi saja. Madu hutan sialang kami menyebutnya, sebab berasal dari pohon sialang yang tinggi menjulang. Kalau kata suami sih, tinggi pohon ini bisa mencapai 100 meter. Dimana per dahannya bisa dihuni oleh 20 -30 rumah lebah liar yang mencari makan di sekitaran tempat tinggalnya.

Awalnya kenapa ingin berjualan madu sebab madu memiliki banyak manfaat. Tidak hanya untuk kesehatan tapi juga kecantikan. Perempuan gitu, kan. Ngga jauh-jauh dari dua aspek itulah, cantik dan sehat. Dan, madu memang sudah sejak lama menjadi salah satu bahan untuk produk kecantikan, perawatan diri dan kesehatan. So, ngga salah rasanya kalau saya pilih madu sebagai salah satu upaya mendongkrak komoditas lokal untuk kesejahteraan umat. Baik petani, pedagang dan pembeli tentunya.

Itu yang pertama. Selanjutnya kenapa saya memilih madu hutan sialang yang berasal dari Kabupatern Kampar, Riau sebab ingin ikut berpartisipasi dari bagian pelestarian hutan dan meningkatkan komoditas lokal. Sebab, setahu saya. Para petani madu ini memang terjun langsung ke hutan-hutan untuk mencari pohon sialang yang rumah lebahnya siap untuk dipanen. Jadi mereka bukan sengaja beternak lebah tapi mencari lebah di dalam hutan.

Komoditas lokal ini sering terhambat dengan berbagai alasan. Yang lazim terjadi adalah cuaca yang tidak menentu, peralatan seadanya, dan hasil penjualan yang tidak signifikan dengan usaha petani memanen madu. 

Pixabay/fancycrave1

Faktor Penghambat Kualitas Madu

Untuk mendapatkan madu hutan yang berkualitas tentu diperlukan lebah yang juga berkualitas. Bagaimana cara mendapatkan madu yang berkualitas jika lingkungan tempat tinggal lebah tidak terjaga. Seperti yang semua orang sudah tahu bahwa Riau adalah penghasil kelapa sawit terbesar di Sumatera. Mungkin dari sisi income negara sangat menggiurkan. Tapi bagi petani lebah hutan yang mengharapkan hasil dari hutan tentu bertolak belakang. Kita sudah tahu kalau hutan Riau hampir musnah seluruhnya disebabkan makin meluasnya lahan perkebunan sawit.

Hal ini menyebabkan lebah enggan bersarang dan kualitas madu yang dihasilkan juga tidak unggul sebab lebah mengambil makanan dari bunga sawit yang standar keunggulannya tidak sebaik jika lebah tersebut mengambil sari pati bunga atau tumbuhan yang hidup di dalam hutan. Madu yang dulunya berwarna merah keemasan kini agak menghitam dan rasanya sedikit asam. Itu menurut saya. Mungkin berbeda pendapat dengan teman-teman.
 
Langkah kecil yang saya lakukan untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan hutan adalah menjual madu yang diperoleh langsung dari hutan Riau. Dengan harapan dapat sedikit membantu para petani madu. Sangat disayangkan jika komoditas lokal ini tidak menjadi komoditas berkelanjutan. Oleh karena itu diperlukan beberapa langkah untuk membantu para petani. Misalnya:

Mengadakan penyuluhan dan pendampingan petani madu 

Dokumen pribadi

Mungkin penyuluhan yang dibuat pemerintah untuk petani madu sudah sering dilakukan, namun langkah selanjutnya dari penyuluhan itu yang kadang terlupakan atau tidak dijalankan dengan maksimal. Padahal menurut saya, pendampingan selepas penyuluhan menjadi langkah lanjutan agar para petani madu tidak merasa ditinggalkan.

Pendampingan bisa dilakukan dengan banyak hal. Misalnya, membuka peluang-peluang untuk bekerja sama dengan perusahaan yang mengambil madu sebagai bahan dasar produknya. Bisa produk kecantikan dan kesehatan. Dengan upaya ini, para petani madu menjadi tahu kemana madu ini akan diteruskan. Ada semagat untuk terus melestarikan hutan agar lingkungan terjaga sehingga manfaat dari lebah madu dapat terus dihasilkan.

Meningkatkan kualitas madu agar menjadi produk unggulan yang ikut menjadi penghasil devisa negara


Dari yang saya baca diportal berita madaniberkelanjutan.id bahwa sepanjang tahun 2017, 2018 sampai 2019 kelapa sawit menjadi penyumbang devisa negara yaitu sebanyak USD 22,9 atau setara dengan Rp320 Triliun. Wow!

Saya langsung terfikir bagaimana kalau madu juga bisa seperti ini. Ikut ambil bagian dan jadi yang terbesar dalam menghasilkan devisa negara. Berkhayalkah saya? Untuk saat ini mungkin iya. Tapi siapa  tahu, jika kita semua, baik pemerintah dan masyarakat tergerak untuk bahu membahu menjaga kelestarian hutan agar lebah semakin banyak dan berkoloni menghasilkan madu. Boleh jadi satu saat madu juga ikut dalam kancah pendapatan negara yang diperhitungkan.

Memberdayakan petani madu dan masyarakat


Memberdayakan disini maksudnya bisa dengan memberikan edukasi yang berterusan pada petani madu tentang bagaimana cara memanen madu yang benar. Bagaimana memelihara madu ternak agar tidak hanya berpatok pada madu hutan dari lebah liar saja. Bagaimana membuka wawasan pengetahuan tentang pangsa pasar madu dalam skala nasional maupun internasional. Membuat pelatihan pengembangan kelestarian hutan di luar daerah. Pembinaan yang tepat guna untuk masyarakat sejahtera.

Saya sebagai bagian terkecil dari komoditi ini sangat berharap bahwa negara kita tidak hanya berpatok pada hasil-hasil bumi yang itu-itu saja. Masih banyak hasil alam yang dapat dikelola dengan optimal agar hasilnya bisa maksimal. Bukan hanya madu, tapi juga kelapa. Kita tahu bahwa sebelum sawit, kelapa adalah hasil bumi yang unggul. Tidak hanya itu, kopi, tembakau, dan rempah-rempah Indonesia seharusnya semua layak masuk dalam skala internasional. Sebab Indonesia adalah negara yang kaya hasil buminya.



Back To Top