Setengah dari Kesadaran dan Egoku

Yah, harus aku akui kalau selama ini aku memang sering menghindar darinya. Padahal setiap hari kami bertemu. Entah kenapa aku sendiri gak ngerti maunya aku. Padahal aku yang punya body, aku yang punya hati, dan aku yang punya otak masih bisa mikir, kalau yang aku lakukan ini kurang tepat. Bukan begini caranya menarik dia kembali kepada ku dan orang-orang terdekatku.

Ego. Aku juga mengakui kalau sifat itu lengket dan enggan hengkang dari diriku. Aku yang selalu ingin semua berjalan seperti dulu. Padahal kenyataan sudah jelas-jelas terbentang di depan mata bahwa semua yang terjadi tidak akan bisa kembali seperti waktu dulu.

Makin hari aku semakin jauh dan terus menjauh, ada jurang yang kami ciptakan bersama dan kami sama-sama nahan gengsi untuk tidak mau memendekkan atau mungkin mengubur jurang itu. Sebenarnya aku gak mau semua ini berlarut-larut. Salah satu diantara kami harus mengalah, dan kalau yang mengalah itu harus aku, aku akan lakukan. Aku gak mau terus-terusan ditekan oleh rasa marah dan benci yang makin mengkristal.

Kemudian aku coba sharing dengan temanku, tentang diriku, tentang perasaanku, tanpa banyak kata dia langsung mengirimkan jawaban yang benar-benar menokok kesadaranku..

"Kau tidak boleh berhitung"

"Fikir, akal dan hatimu harus lebih luas"

"Jika semua kau perhitungkan maka kau gak akan menemukan apa yang kau cari"

"Tanyalah hatimu sendiri, apa sebenarnya yang kau inginkan?"

Fyuhh.... Benar. Aku memang masih perhitungan, aku masih belum ikhlas, aku masih memaksa masa lalu yang indah itu datang lagi saat ini.

Ikhlas, sebuah kata yang mudah diucapkan tapi tidak untuk dilakukan.

Teman, katakan padaku, bagaimana caranya agar aku ikhlas memaafkan kesalahan seseorang yang begitu dekat denganku?
Tag : uneg-uneg
Back To Top